Konstruksi Kasus Dugaan Korupsi di Dinas PUPR Sumut

Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara , pada Kamis, 26 Juni 2025.

JeteOfficialShop

majalahkoran.com – Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara , pada Kamis, 26 Juni 2025.

Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu mengatakan OTT tersebut terkait dengan dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara dan Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumatera Utara.

WankeiOfficial

Asep menjelaskan, kasus ini bermula dari adanya penarikan uang sekitar Rp 2 miliar yang diduga dari Direktur Utama PT DNG, Akhirun Efendi Siregar (KIR), dan Direktur PT RN, Rayhan Dulasmi Pilang (RAY). Keduanya kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

Uang tersebut rencananya akan dibagikan ke sejumlah pejabat di Sumatera Utara. Tujuannya agar Akhirun dan Rayhan memperoleh proyek pembangunan jalan. Para penerimanya adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara Topan Obaja Putra Ginting (TOP), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen Rasuli Efendi Siregar (RES), serta Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL).

Berdasarkan informasi awal itu, KPK kemudian melakukan pemantauan dan pengumpulan data lebih lanjut. Hasilnya, ditemukan dua proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.

Proyek pertama berada di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, meliputi preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI untuk tahun anggaran 2023 senilai Rp 56,5 miliar, proyek serupa untuk tahun 2024 senilai Rp 17,5 miliar, serta rehabilitasi dan penanganan longsoran di ruas jalan yang sama untuk tahun 2025.

Proyek kedua berada di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumatera Utara, yakni pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp 96 miliar dan pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar.

“Dengan adanya proyek jalan tersebut senilai Rp 231,8 miliar, maka kami memutuskan ini karena sudah ada pergerakan uang,” kata Asep saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK pada Sabtu, 28 Juni 2025.

Asep menjelaskan Akhirun dan Rayhan memberikan sejumlah uang kepada Rasuli melalui transfer rekening sebagai upaya untuk mendapatkan proyek tersebut.

Dalam kasus ini, Rasuli berperan memastikan Akhirun ditunjuk sebagai rekanan atau penyedia proyek tanpa melalui mekanisme dan prosedur yang sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa.

Tindakan Rasuli tersebut dilakukan atas perintah dari Topan selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara. Proses ini berlangsung sejak April, dan proyek pembangunan jalan tersebut rencananya akan dilelang pada Juni 2025. “Proyek pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot, dengan total nilai kedua proyek tersebut sebesar Rp 157,8 miliar,” kata Asep.

Akhirun kemudian meminta stafnya untuk berkoordinasi dengan Rasuli dan tim dari UPTD guna menyiapkan berbagai kebutuhan teknis terkait proses e-catalog. Setelah itu, Akhirun bersama Rasuli dan staf UPTD mengatur sedemikian rupa agar PT DGN bisa memenangkan proyek pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel.

Sementara untuk proyek lainnya, mereka sepakat agar penayangannya diberi jeda sekitar satu minggu agar tidak menimbulkan kecurigaan. “Selain itu juga diduga terdapat penerimaan lainnya oleh TOP dari KIR dan RAY melalui perantara,” kata dia.

Sementara itu, untuk proyek kedua, perusahaan milik Akhirun dan Rayhan telah mendapatkan pekerjaan. Asep menjelaskan, Heliyanto dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Pembuat Komitmen di Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumatera Utara menerima uang sebesar Rp 120 juta dari Akhirun dan Rayhan

Penerimaan uang itu berlangsung dalam periode Maret 2024 hingga Juni 2025. Sebagai imbalannya, Heliyanto diduga telah mengatur proses e-catalog di Satker Wilayah I BPPJN Sumut sehingga PT DNG dan PT RN terpilih sebagai pelaksana proyek tersebut.

Atas tindakan ini, Asep mengatakan Akhirun dan Rayhan diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara itu, Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

JeteOfficialShop

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *